Pemerintah Provinsi Maluku melaporkan 382 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) yang terjadi di 11 kota/kabupaten, provinsi Maluku sepanjang tahun 2021. Kota Ambon menjadi daerah dengan jumlah kasus kekerasan tertinggi, yakni sebanyak 189 kasus[1]. Penanganan kasus KTPA masih dihadapkan pada berbagai kendala dan belum sepenuhnya berpihak kepada korban kekerasan. Selain itu, kondisi geografis kepulauan provinsi Maluku juga menambah kesulitan dalam penanganan kasus tersebut, karena insitusi penanganan hukum masih berpusat di kota Ambon[2].
Dampak dari tindakan kekerasan pada perempuan dan anak sangat kompleks dan berlapis. Korban juga kerap mengalami keterasingan sosial di lingkungannya karena stigma dan tuduhan yang mempersalahkan diri korban, atau “Blaming the victim.” Belum lagi, korban yang berlokasi di pulau terpencil dengan akses terbatas untuk mendapatkan perlindungan. Oleh karena itu, strategi penanganan masalah KTPA perlu bersifat komprehensif, berpihak pada korban dan mempertimbangkan aspek geografis kepulauan, agar penanganannya lebih efektif dan hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan terpenuhi.
Sebagai lembaga penyedia-layanan bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, Yayasan GASIRA Maluku menilai pentingnya memiliki panduan berupa standar operasional prosedur (SOP) untuk mendampingi korban KTPA dan juga menyediakan layanan kesehatan, psikologis, dan hukum. Kolaborasi dengan pihak lain, seperti pemerintah setempat dan lembaga masyarakat/keagamaan yang memiliki kepedulian pada perlindungan perempuan dan anak juga diperlukan untuk pengembangan dan pelaksanaan SOP yang memadai dan berkelanjutan. Dalam kerjasama dengan beberapa lembaga, yaitu UN Women, UNDP Indonesia, dan Stichting Save Home Netherland, GASIRA berhasil menyusun SOP yang menjadi standar operasional dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di Maluku (2016). Dalam pelaksanaannya, Gasira bekerja sama dengan gereja-gereja dan komunitas di Maluku Tengah dan Maluku Barat Daya. Melalui kerjasama ini juga, surat keputusan tingkat sinodal berhasil dikeluarkan, dimana gereja-gereja di walayah tersebut wajib menyediakan rumah aman dan melibatkan komunitas sebagai pendamping korban-korban kekerasan.
Dalam proses pengembangan SOP, GASIRA mengacu pada prinsip-prinsip Layanan Terpadu untuk pelayanan yang efektif dan menyeluruh bagi korban. Konteks kepulauan dan karakteristik unik wilayah Maluku juga diperhitungkan karena dapat mengatasi tantangan dan kebutuhan dalam penanganan kasus KTPA di wilayah setempat. GASIRA memperkuat SOP tersebut dengan menyesuaikan pada perkembangan dinamika kasus-kasus kekerasan yang terjadi dan dengan regulasi yang berlaku dan berkembang. Selain itu, dalam implementasi sistem peradilan pidana terpadu untuk penanganan kasus KTPA (SPPT PKKTP), GASIRA berfokus pada kordinasi lintas pihak dan pemulihan korban. Propinsi Maluku memiliki peran khusus sebagai salah satu propinsi yang ditetapkan Bappenas untuk implementasi perdana SPPT PKKTP, sehingga prinsip mendasar dari SPPT PKKTP harus terintegrasi dalam SOP Penanganan Kasus KTPA yang dikembangkan oleh GASIRA. Hal ini akan menjadi contoh bagi daerah lain dalam implementasi SPPT PKKTP.
Dengan tersedianya dokumen SOP, penanganan kasus-kasus kekerasan di Maluku dan proses pendampingan korban dalam setiap prosesnya menjadi lebih efektif dan hak-hak korban terpenuhi. Selain itu, GASIRA menjadi lembaga yang lebih kuat dan melakukan banyak kolaborasi dengan organisasi internasional dan nasional, institusi pendidikan, dan pemerintah nasional untuk terus melakukan kegiatan-kegiatan dalam melindungi perempuan dan anak di Maluku. Sosialisasi SOP juga terus dilakukan baik untuk tim pendamping dan layanan GASIRA, dan mitra-mitranya agar penanganan kasus kekerasan di Maluku dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan. Inisiatif ini secara langung berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 5 (keseteraan gender), 16 (Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang Tangguh), dan 17 (Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan).
Sumber:
[1] https://maluku.inews.id/berita/382-kasus-kekerasan-perempuan-dan-anak-di-maluku-selama-2021-terbanyak-di-ambon
[2] https://fpl.or.id/penanganan-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-berbasis-wilayah-kepulauan/
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan mengunduh beberapa tautan dibawah
Untuk kerjasama dan replikasi, dapat menghubungi Christina Elizabeth Marantika – peserta program kepemimpinan SDG Angkatan 1, SDG Academy Indonesia melalui email: info@sdgacademyindonesia.id
Copyright © 2022 SDG Academy Indonesia