Sampah masih menjadi persoalan yang cukup pelik di Kota Palembang, Sumatra Selatan. Pada tahun 2022, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Palembang mencatat produksi sampah di kota ini mencapai 1.180 ton per hari, terbanyak berupa sampah organik rumah tangga[1]. Jenis sampah ini pula yang paling dominan dihasilkan dari kegiatan pondok pesantren yang sebagian besar santrinya tinggal di lingkungan pondok berupa asrama. Di sisi lain, pengelolaan sampah yang tidak tepat akan menimbulkan permasalahan, baik untuk kesehatan, lingkungan dan bahkan keselamatan.
Di Kecamatan Sako, Kota Palembang, terdapat tiga pondok pesantren: Kaffah Almundzirin, Ki Morogan, dan Takhassus Darul Quran. Pesantren ini menghadapi tantangan dalam mengelola sampah, berupa tumpukan sampah di area pesantren, minimnya pengetahuan santri tentang pengelolaan sampah, dan kurangnya fasilitas untuk pembuangan sampah. Sebagian besar sampah yang dihasilkan berasal dari sisa makanan para santri. Hasil survei pada tahun 2022 di ketiga pesantren tersebut menunjukkan bahwa 60,7% santri tidak membuang sampah dengan benar, karena kurangnya fasilitas tempat sampah, kurangnya kesadaran, dan pengaruh kebiasaan.
Untuk mengatasi permasalahan ini, kelompok Karya SDGs Program Kepemimpinan SDG Angkatan 3 melakukan penguatan program PESAN DAQU (Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Berkelanjutan di Pondok Pesantren) di tahun 2022. Program ini berfokus pada tiga kegiatan utama, yaitu meningkatkan pemahaman santri dan masyarakat sekitar mengenai sampah dan pengelolaannya, menerapkan sistem pengelolaan sampah di lingkungan pondok pesantren, dan mengembangkan sistem bank sampah berbasis digital. Tujuan dari intervensi ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan 8 yaitu pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi dan tujuan 12, yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
Kelompok ini juga bekerja sama dengan berbagai mitra, termasuk Universitas Sriwijaya, komunitas penggiat sampah, DLHK Kota Palembang, dan PLN. Kolaborasi ini menjadi langkah strategis untuk memastikan berkelanjutan proyek.
Intervensi ini mendapat respons yang sangat positif dari pondok pesantren dan masyarakat sekitar. Sebanyak 350 santri dari tiga pesantren telah menerima pelatihan mengenai pemilahan sampah organik dan anorganik, serta cara mengelola sampah organik menjadi pakan ikan dan sabun. Mereka juga memanfaatkan lahan kosong untuk menanam sayuran dan melakukan pembuangan sampah yang benar. Santri yang terlatih juga memberikan pendidikan kepada masyarakat sekitar, bekerja sama dengan komunitas pengumpul dan pemulung sampah. Hasil dari pengelolaan sampah ini telah berhasil dipasarkan dan menciptakan nilai ekonomi.
Hingga tahun 2023, proyek ini telah menunjukkan dampak baik. Para santri kini mandiri dalam melanjutkan kegiatan ini tanpa bantuan. Mereka telah berhasil mengubah minyak jelantah menjadi sabun, dan masyarakat sekitar juga turut berpartisipasi dalam pengumpulan minyak jelantah untuk diolah. Selain itu, masyarakat juga mengambil inisiatif untuk menjual sampah kepada pengumpul dan menyumbangkan hasil penjualan kepada pondok pesantren guna mendukung kelangsungan proyek ini.
Dampak positif lainnya adalah adanya kolaborasi dengan bank sampah induk DLHK Kota Palembang, di mana salah satu anggota kelompok Karya SDGs, Bapak Andi Wijaya, menjadi koordinator bank sampah untuk pondok pesantren di Kota Palembang. Langkah ini dapat mendorong replikasi model serupa di pondok pesantren lain, untuk memperluas dampak positif. Kegiatan ini masih berlanjut, termasuk pengembangan bank sampah digital guna terus mendorong partisipasi warga pesantren dan masyarakat dalam pengeloaan sampah.
Sumber:
[1] https://news.republika.co.id/berita/rn57tx463/produksi-sampah-kota-palembang-capai-1180-ton-per-hari
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan mengunduh beberapa tautan dibawah:
Untuk kerjasama dan replikasi, dapat menghubungi Andi Wijaya, peserta program kepemimpinan SDG Angkatan 3, SDG Academy Indonesia melalui email: info@sdgacademyindonesia.id.
Copyright © 2022 SDG Academy Indonesia